Minggu, 19 Februari 2012

Benteng Vredeburg


Jogja sudah seperti rumah kedua buat saya, selain karena ibu memang berasal dari kota ini, perjalanan ke jogja juga tidak memakan waktu yang lama serta biaya yang mahal.

Saya nggak inget sudah berapa kali saya bolak balik Jakarta - Jogja, Jogja - Jakarta. Meskipun banyak tempat wisata di Jogja sudah saya kunjungi, belum pernah sekalipun saya masuk ke dalam Benteng Vredeburg. Padahal lokasinya di Jl. Malioboro, dan setiap saya ke Pasar Beringharjo hanya selangkah lagi pintu masuk Benteng Vredeburg  (ha ha ha memalukan ya...)

Tapi terakhir saya ke Jogja beberapa waktu yang lalu, saya paksakan untuk ke benteng ini walaupun harus panas-panasan (belang di lengan saya masih ada lho sampai sekarang karena saya pakai kaos lengan pendek waktu itu..:D )

Benteng Vredeburg adalah  benteng yang dibangun tahun 1765 oleh VOC di Yogyakarta  Benteng ini dibangun oleh VOC sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan gubernur Belanda kala itu. Benteng ini dikelilingi oleh sebuah parit yang masih bisa terlihat sampai sekarang.

Benteng berbentuk persegi ini mempunyai menara pantau di keempat sudutnya. Di masa lalu, tentara VOC dan juga Belanda sering berpatroli mengelilingi dindingnya.


Tiket masuk di bandrol Rp 2.000,- (keknya rata-rata tiket masuk musium segini ya...?! ) Langsung disambut 2 patung "raksasa" pahlawan Nasional Jend. Sudirman dan Urip Sumoharjo. 
(soalnya, saya berdiri tegak aja cuma sebatas sepatu bootnya - atau mungkin saya yang nggak tinggi ya hihihi..)



Dari pintu masuk, diarahkan oleh petugas untuk mulai keliling dari gedung pertama di sebelah kanan. Di dalam gedung ini terdapat diorama perjuangan rakyat DIY.  Terus ke belakang terdapat gerbang yang bisa tembus ke pintu masuk ke Taman Pintar (tapi saya nggak lanjut ke situ, karena memang niatnya ke benteng aja). 




Di sebelah kanan dan kiri gerbang terdapat tangga untuk naik ke atas benteng. Dari atas terlihat gedung-gedung tua seperti kantor pos, gedung BNI danpasar Beringharjo yang berada di samping kiri dan kanan benteng, serta Gedung Agung yang terletak di seberang benteng.

Ternyata di dalam benteng ini juga difungsikan untuk acara pernikahan, seminar, festival, etc. Karena saat itu sedang didirikan tenda2 dan panggung serta beberapa mahasiswa yang sedang membuat dekorasi untuk booth mereka.

Oiya, kalau ke Jl. Malioboro saya pasti sempatkan makan soto ayam 61. Kenapa? Karena servisnya cepet,  trus seger banget rasanya makan soto yang bening itu.. he he he he :D





Kamis, 16 Februari 2012

Ada Apa Di Kota Tangerang.. ??

Minggu lalu, saya jalan-jalan lagi bareng komunitas. Kali ini tujuannya kota Tangerang. 
Selama ini yang saya tau di tangerang itu perumahan elit, pusat perbelanjaan dan kawasan industri.. he he he.. sempit banget yach.. :D
Makanya waktu ada event ini, saya putuskan untuk ikut.

Ternyata, banyak juga objek wisata di kota Tangerang. Mulai dari peninggalan sejarah seperti Mesjid Kali Pasir, Mesjid Pintu Seribu, Bendungan Pintu Air Sepuluh, Klenteng Boen Tek Bio, Klenteng Boen San Bio, Klenteng Boen Hay Bio, Kelenteng Sampo Tay Jin, sampai wisata pantai seperti Tanjung Pasir, Tanjung Kait, dan Pulau Cangkir.

Tapi jalan-jalan kali ini, saya hanya ke beberapa lokasi aja, karena keterbatasan waktu nggak mungkin pergi ke semua tempat dalam 1 hari.

Seperti biasa, starting point adalah Stasiun Kota. Rencananya dari stasiun kota dilanjutkan naik kereta ke stasiun Duri untuk transit kereta tujuan Tangerang. Tapi berhubung saya terlambat sampai ke meeting point, jadilah saya menyusul ke stasiun Duri naik bajaj. Supirnya sampai ngebut, karena takut saya ketinggalan kereta yang ke Tangerang.. . he he he..
Sampai stasiun Duri, ternyata kereta ke Tangerang baru ada jam 9.10 dan saya mendahului rombongan yang berangkat dari stasiun kota naik kereta.. huuufffttt....

Sesuai jadwal, jam 9.10 commuter line tujuan Tangerang tiba. Berhubung ini perjalan pertama saya naik kereta ke Tangerang, jd saya nggak tidur (kalau Jabodetabek mah udah biasa, jadi pasti tidur.. he he he) 

Sampai Tangerang sekitar jam 11. Langsung ke Klenteng Boen San Bio. Pemandangan pertama saya masuk Keleteng ini, terlihat sisa-sisa meriahnya shincia dan cap gomeh mulai dari lilin yang segede gaban sampai lampion yang tergantung mulai dari jalan masuk utama sampai ke depan altar. Dan uniknya semua lampion digantungi nama pemiliknya. 
Semakin saya masuk ke dalam, makin terlihat megahnya kelenteng. Terlihat dari bangunan di belakang kelenteng dengan patung Dewi Kwan Im besar yang berdiri di atas pintu masuk juga menara yang terdapat si atas kelenteng. (Saya pasti naik ke menara donk he he he..) 
Dari atas saya bisa lihat seluruh Kelenteng mulai dari halaman depan sampai halaman belakang, juga ornamen Naga dan burung Hong pada atap Kelenteng. Dari atas juga, saya jadi tau kalao Kelenteng ini bersebelahan dengan Pura tempat ibadah umat Hindu, hanya berbatas sebuah tembok... ckckck..



Ketika saya dan rombongan mau meninggalkan klenteng Boen San Bio, ada sepasang pengantin yang baru memasuki klenteng, wah.. sayang saya gak bisa lihat prosesinya.

Dari Klenteng Boen San Bio, perjalanan dilanjutkan ke Bendungan Pasar Baru Irigasi Cisadane yang lebih terkenal dengan Bendungan Pintu Air  Sepuluh. Sampai di sini, disambut banyak kupu-kupu dan capung.. Untunglah angin di sini cukup kencang, jadi bisa mendinginkan udara di cuaca yang terik. Di bendungan ini saya juga menyempatkan diri untuk naik ke anjungan atas lho. Di atas ada petugas yang memberi penjelasan tentang pengoperasian pintu air. (ternyata mesinnya ada di atas untuk membuka ke-10 pintu dan masih berfungsi degan baik)



O iya, karena keasyikan di bendungan, saya sampai lupa niat saya untuk jajan asinan dan laksa yang posisinya tepat di sebrang pintu air ini.. hhmmm... ;(

Dari bendungan, berlanjut ke daerah Pasar Lama Tangerang ke Musium Benteng Heritage. Di sini kami dijamu makan siang berupa lontong sayur (karena kalau saya bilang lontong cap gomeh terlalu sederhana, liat aja fotonya).


 
Ehhh.. tunggu.. tunggu.. ada musium di Pasar Lama??
Nah.. baru tau khan ada musium di kawasan Pasar Lama.. Yup, musium ini memang baru di buka tahun 2011 dan lokasinya di tengah pasar. Pada dasarnya ini adalah rumah tempat tinggal, kemudian dialihfungsikan menjadi musium. Karena banyak ornamen yang masih asli peninggalan tionghoa yang bisa kita temui di sini.. Psssttt.. Inget ya, nggak boleh foto koleksi barang di dalam musium.. ;)



Selesai di Musium Benteng Heritage, lanjut ke Klenteng Boen Tek Bio yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari Musium. Klenteng ini lebih kecil dari Kleteng Boen San Bio . Tapi, di Klenteng inilah saya temukan benda-benda antik seperti yg  dijelaskan di Klenteng Boen San Bio. 
Yang saya amati di kedua Kelenteng yang saya kunjungi di Tangerang ini, para dewa di beri kain penutup semacam jubah, berbeda dengan kelenteng yang pernah saya kunjungi di wilayah Petak Sembilan, Jakarta.

And what a surprise... Waktu saya akan meninggalkan Klenteng Boen Tek Bio ini, saya bertemu lagi sepasang pengantin yang lain, dan saya tidak menyia-nyiakan untuk melihat prosesi pernikahan mereka..
Diiringi tabuhan tambur, kedua mempelai memasuki Kelenteng. Kemudian di pandu oleh Pengurus Kelenteng melakukan penghormatan kepada para Dewa di dalam dan di luar Kelenteng.. Diakhiri dengan melepas sekawanan burung. (belum sempat tanya nich maksudnya apa.. Ada yang mau kasi tau..?)


Selesai melihat prosesi, saya memutuskan kembali ke rombongan yang berkumpul di Musium Benteng Heritage untuk pulang kembali ke Jakarta. Seperti awal perjalanan, di Stasiun Duri kami transit kereta untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan masing-masing. Di sini saya berpisah dengan romobongan karena saya memutuskan untuk langsung naik commuter line tujuan Depok  dari stasiun Duri.

Tangerang, saya pasti kembali.. Karena masih banyak yang belum saya kunjungi di Kota ini juga kuliner yang belum sempat saya cicipi.. ;)